Setelah Eastman Kodak Corporation dinyatakan pailit, muncul beragam penelitian tentang penyebab kebangkrutan perusahaan pelopor film fotografi tersebut.
Menurut sejumlah pengamat, seperti dikutip laman timesofindia.com, Senin (23/1), perusahaan pelopor fotografi tersebut tak sanggup melawan arus digital yang semakin berkembang setiap tahun. Tidak seperti IBM dan Xerox Corp, yang sukses menciptakan arus pendapatan baru saat bisnis mereka menurun.
Mereka menilai kesalahan Kodak membuang proyek-proyek baru terlalu cepat yang menyebarkan investasi digital terlalu luas, dan puas pada penilaian Rochester, New York, yang membutakan perusahaan untuk berinovasi pada teknologi lain.
"Kodak sangat puas dengan penilaiain Rochester dan tak pernah mengembangkan kehadiran teknologi baru di pusat-pusat dunia," ujar Rosabeth Kanter, Profesor Administrasi Bisnis Arbuckle di Harvard Business School. "Ini seperti mereka tinggal di museum," sindirnya.
Sejak 1888, George Eastman menciptakan sebuah mesin yang menangkap gambar pada pelat kaca besar. Tak puas dengan terobosan itu, dia melanjutkan untuk mengembangkan film roll dan kemudian kamera Brownie. Selanjutnya pada 1960, Kodak mulai mempelajari potensi komputer dan membuat terobosan besar di tahun 1975, saat salah satu insinyur, Steve Sasson, menemukan kamera digital.
Namun, Kodak tak segera mencium potensi pasar tersebut dan tak fokus pada high-end kamera bagi pasar niche. Para eksekutif juga takut mengorbankan penjualan film initi mereka.
"Ketika (George Eastman) meninggal, ia menyisakan pengaruh pada perusahaan, yang salah satunya Kodak akan terus terikat dalam nostalgia," kata Nancy Westt, seorang profesor yang menulis sejarah Kodak dari University of Missouri. "Nostalgia memang indah, tapi itu tidak memungkinkan orang untuk bergerak maju." tandasnya.
Selain itu, penyebab kebangkrutan Kodak karena perusahaan tersebut melewatkan peluang bisnis. Di Consumer Electronics Show di Las Vegas tahunan pekan lalu, Perez dan Kodak memperkenalkan dua kamera baru yang diyakini bisa terhubung secara nirkabel dengan printer dan posting foto ke Facebook. Namun beberapa pengulas gadget mengatakan kamera baru tidak bisa terhubung ke web tanpa membonceng pada smartphone atau koneksi Wi-Fi.
"Orang tidak hanya tertarik dengan fitur baru, kecuali sesuatu yang revolusioner, dan ini adalah fitur tambahan,"ujar Suzanne Kantra, Editor Blog Teknologi Techlicious dan matan Editor Teknologi Popular Science.
Analis mengatakan Kodak bisa menjadi sebuah kelompok media sosial jika telah berhasil meyakinkan konsumen untuk menggunakan layanan online untuk menyimpan, berbagi, dan mengedit foto-foto mereka. Sebaliknya, Kodak berfokus terlalu banyak pada perangkat dan kalah dalam pertempuran online untuk jaringan sosial seperti Facebook.
Mereka menilai kesalahan Kodak membuang proyek-proyek baru terlalu cepat yang menyebarkan investasi digital terlalu luas, dan puas pada penilaian Rochester, New York, yang membutakan perusahaan untuk berinovasi pada teknologi lain.
"Kodak sangat puas dengan penilaiain Rochester dan tak pernah mengembangkan kehadiran teknologi baru di pusat-pusat dunia," ujar Rosabeth Kanter, Profesor Administrasi Bisnis Arbuckle di Harvard Business School. "Ini seperti mereka tinggal di museum," sindirnya.
Sejak 1888, George Eastman menciptakan sebuah mesin yang menangkap gambar pada pelat kaca besar. Tak puas dengan terobosan itu, dia melanjutkan untuk mengembangkan film roll dan kemudian kamera Brownie. Selanjutnya pada 1960, Kodak mulai mempelajari potensi komputer dan membuat terobosan besar di tahun 1975, saat salah satu insinyur, Steve Sasson, menemukan kamera digital.
Namun, Kodak tak segera mencium potensi pasar tersebut dan tak fokus pada high-end kamera bagi pasar niche. Para eksekutif juga takut mengorbankan penjualan film initi mereka.
"Ketika (George Eastman) meninggal, ia menyisakan pengaruh pada perusahaan, yang salah satunya Kodak akan terus terikat dalam nostalgia," kata Nancy Westt, seorang profesor yang menulis sejarah Kodak dari University of Missouri. "Nostalgia memang indah, tapi itu tidak memungkinkan orang untuk bergerak maju." tandasnya.
Selain itu, penyebab kebangkrutan Kodak karena perusahaan tersebut melewatkan peluang bisnis. Di Consumer Electronics Show di Las Vegas tahunan pekan lalu, Perez dan Kodak memperkenalkan dua kamera baru yang diyakini bisa terhubung secara nirkabel dengan printer dan posting foto ke Facebook. Namun beberapa pengulas gadget mengatakan kamera baru tidak bisa terhubung ke web tanpa membonceng pada smartphone atau koneksi Wi-Fi.
"Orang tidak hanya tertarik dengan fitur baru, kecuali sesuatu yang revolusioner, dan ini adalah fitur tambahan,"ujar Suzanne Kantra, Editor Blog Teknologi Techlicious dan matan Editor Teknologi Popular Science.
Analis mengatakan Kodak bisa menjadi sebuah kelompok media sosial jika telah berhasil meyakinkan konsumen untuk menggunakan layanan online untuk menyimpan, berbagi, dan mengedit foto-foto mereka. Sebaliknya, Kodak berfokus terlalu banyak pada perangkat dan kalah dalam pertempuran online untuk jaringan sosial seperti Facebook.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar